Rasionalitas Penggunaan Obat

Moh Rivaldi
1

Rasionalitas Penggunaan Obat

Selamat datang pengunjung setia belajar farmasi. kali ini kita akan membahas rasionalitas penggunaan obat. Perkembangan ilmu kedokteran yang sangat cepat mengisyaratkan perlunya setiap praktisi medik untuk mengantisipasi dengan senantiasa melakukan update terhadap informasi-informasi baru, meskipun informasi yang tersedia dapat bermanfaat sebagian populasi. Evidence-based Medicine yang merupakan paradigma baru ilmu kedokteran mengisyaratkan bahwa praktek kedokteran haruslah didasarkan pada bukti bukti ilmiah yang terkini dan terpercaya.

Rasionalitas Penggunaan Obat
image via : star2.com
Pengobatan sendiri sering dilakukan oleh masyarakat. Dalam pengobatan sendiri sebaiknya mengikuti persyaratan penggunaan obat rasional. Materi ini akan membahas pengertian dan batasan pengobatan rasional. Penggunaan obat dikatakan rasional bila (WHO 1985) bila pasien menerima obat yang sesuai dengan kebutuhannya, untuk periode waktu yang adekuat dan dengan harga yang paling murah untuk pasien dan masyarakat.

WHO memperkirakan bahwa lebih dari separuh dari seluruh obat di dunia diresepkan, diberikan dan dijual dengan cara yang tidak tepat dan separuh dari pasien menggunakan obat secara tidak tepat.

Secara praktis, penggunaan obat dikatakan rasional jika memenuhi kriteria: 

Rasionalitas Penggunaan Obat
Image via : studiorum.org.mk

Tepat Diagnosis

Penggunaan obat disebut rasional jika diberikan untuk diagnosis yang tepat. Jika diagnosis tidak ditegakkan dengan benar, maka pemilihan obat akan terpaksa mengacu pada diagnosis yang keliru tersebut. Akibatnya obat yang diberikan juga tidak akan sesuai dengan indikasi yang seharusnya.

Tepat Indikasi Penyakit

Setiap obat memiliki spektrum terapi yang spesifi k. Antibiotik, misalnya diindikasikan untuk infeksi bakteri. Dengan demikian, pemberian obat ini hanya dianjurkan untuk pasien yang memberi gejala adanya infeksi bakteri. c. Tepat Pemilihan Obat Keputusan untuk melakukan upaya terapi diambil setelah diagnosis ditegakkan dengan benar. Dengan demikian, obat yang dipilih harus yang memiliki efek terapi sesuai dengan spektrum penyakit.

Tepat Dosis Dosis,

cara dan lama pemberian obat sangat berpengaruh terhadap efek terapi obat. Pemberian dosis yang berlebihan, khususnya untuk obat yang dengan rentang terapi yang sempit, Kurikulum Pelatihan Penggunaan Obat Rasional (POR) | 5 akan sangat beresiko timbulnya efek samping. Sebaliknya dosis yang terlalu kecil tidak akan menjamin tercapainya kadar terapi yang diharapkan.

Tepat Cara Pemberian

Obat Antasida seharusnya dikunyah dulu baru ditelan. Demikian pula antibiotik tidak boleh dicampur dengan susu, karena akan membentuk ikatan, sehingga menjadi tidak dapat diabsorpsi dan menurunkan efektivtasnya.

Tepat Interval Waktu Pemberian

Cara pemberian obat hendaknya dibuat sesederhana mungkin dan praktis, agar mudah ditaati oleh pasien. Makin sering frekuensi pemberian obat per hari (misalnya 4 kali sehari), semakin rendah tingkat ketaatan minum obat. Obat yang harus diminum 3 x sehari harus diartikan bahwa obat tersebut harus diminum dengan interval setiap 8 jam.

Tepat lama pemberian

Lama pemberian obat harus tepat sesuai penyakitnya masingmasing. Untuk Tuberkulosis dan Kusta, lama pemberian paling singkat adalah 6 bulan. Lama pemberian kloramfenikol pada demam tifoid adalah 10-14 hari. Pemberian obat yang terlalu singkat atau terlalu lama dari yang seharusnya akan berpengaruh terhadap hasil pengobatan.

Waspada terhadap efek samping 

Pemberian obat potensial menimbulkan efek samping, yaitu efek tidak diinginkan yang timbul pada pemberian obat dengan dosis terapi, karena itu muka merah setelah pemberian atropin bukan alergi, tetapi efek samping sehubungan vasodilatasi pembuluh darah di wajah. Pemberian tetrasiklin tidak boleh dilakukan pada anak kurang dari 12 tahun, karena menimbulkan kelainan pada gigi dan tulang yang sedang tumbuh

Tepat penilaian kondisi pasien

Respon individu terhadap efek obat sangat beragam. Hal ini lebih jelas terlihat pada beberapa jenis obat seperti teofi lin dan aminoglikosida. Pada penderita dengan kelainan ginjal, 6 | Kurikulum Pelatihan Penggunaan Obat Rasional (POR) pemberian aminoglikosida sebaiknya dihindarkan, karena resiko terjadinya nefrotoksisitas pada kelompok ini meningkat secara bermakna.
Obat murah kualitas terjamin
Obat yang diberikan harus efektif dan aman dengan mutu terjamin, serta tersedia setiap saat dengan harga yang terjangkau Untuk efektif dan aman serta terjangkau, digunakan obat-obat dalam daftar obat esensial. Pemilihan obat dalam daftar obat esensial didahulukan dengan mempertimbangkan efektivitas, keamanan dan harganya oleh para pakar di bidang pengobatan dan klinis. Untuk jaminan mutu, obat perlu diproduksi oleh produsen yang menerapkan CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik) dan dibeli melalui jalur resmi. Semua produsen obat di Indonesia harus dan telah menerapkan CPOB.

Tepat informasi

Informasi yang tepat dan benar dalam penggunaan obat sangat penting dalam menunjang keberhasilan terapi

Tepat tindak lanjut (follow-up)

Pada saat memutuskan pemberian terapi, harus sudah dipertimbangkan upaya tindak lanjut yang diperlukan, misalnya jika pasien tidak sembuh atau mengalami efek samping. 

Tepat penyerahan obat (dispensing)

Penggunaan obat rasional melibatkan juga dispenser sebagai penyerah obat dan pasien sendiri sebagai konsumen. Pada saat resep dibawa ke apotek atau tempat penyerahan obat di Puskesmas, apoteker/asisten apoteker menyiapkan obat yang dituliskan peresep pada lembar resep untuk kemudian diberikan kepada pasien. Proses penyiapan dan penyerahan harus dilakukan secara tepat, agar pasien mendapatkan obat sebagaimana harusnya. Dalam menyerahkan obat juga petugas harus memberikan informasi yang tepat kepada pasien.

BERBAGAI DAMPAK KETIDAKRASIONALAN PENGGUNAAN OBAT

Rasionalitas Penggunaan Obat
Image via : medicinesauthority.gov.mt

Dampak negatif penggunaan obat yang tidak rasional sangat beragam dan bervariasi tergantung dari jenis ketidakrasionalan penggunaannya. Dampak negatif ini dapat saja hanya dialami oleh pasien yaitu berupa efek samping, dan biaya yang mahal, maupun oleh populasi yang lebih luas berupa resistensi kuman terhadap antibiotik tertentu dan mutu pelayanan pengobatan secara umum.

Dampak pada mutu pengobatan dan pelayanan.

Salah satu dampak penggunaan obat yang tidak rasional adalah peningkatan angka morbiditas dan mortalitas penyakit. Sebagai contoh, penderita diare akut non spesifi k umumnya mendapatkan antibiotika dan injeksi, sementara pemberian oralit (yang lebih dianjurkan) umumnya kurang banyak dilakukan. Padahal diketahui bahwa resiko terjadinya dehidrasi pada anak yang diare dapat membahayakan keselamatan jiwa anak yang bersangkutan.

Dampak terhadap biaya pengobatan.

Penggunaan obat tanpa indikasi yang jelas, atau pemberian obat untuk keadaan yang sama sekali tidak memerlukan terapi obat, jelas merupakan pemborosan dan sangat membebani pasien. Di sini termasuk pula peresepan obat yang mahal, padahal alternatif obat yang lain dengan manfaat dan keamanan sama dengan harga lebih terjangkau telah tersedia.

Dampak terhadap kemungkinan efek samping dan efek lain yang tidak diharapkan.

Dampak lain dari ketidakrasionalan penggunaan obat adalah meningkatkan resiko terjadinya efek samping serta efek lain yang tidak diharapkan, baik untuk pasien maupun masyarakat

Dampak terhadap mutu ketersediaan obat.

Sebagian besar dokter masih cenderung meresepkan antibiotika untuk keluhan batuk dan pilek. Akibatnya kebutuhan antibiotika menjadi sangat tinggi, padahal diketahui bahwa sebagian besar batuk pilek disebabkan oleh virus dan antibiotika tidak diperlukan. Dari praktek pengobatan tersebut tidaklah mengherankan apabila yang umumnya dikeluhkan oleh Puskesmas adalah tidak cukupnya ketersediaan antibiotik. Akibatnya jika suatu saat ditemukan pasien yang benar-benar menderita infeksi bakteri, antibiotik yang dibutuhkan sudah tidak tersedia lagi. Yang terjadi selanjutnya adalah pasien terpaksa diberikan antibiotik lain yang bukan pilihan utama obat pilihan (drug of choice) dari infeksi tersebut

UPAYA DAN INTERVENSI UNTUK MENGATASI MASALAH PENGGUNAAN OBAT YANG TIDAK RASIONAL

Rasionalitas Penggunaan Obat
Image via :theconversation.com

Penggunaan obat dikatakan tidak rasional jika tidak tepat secara medik. Artinya, tidak sesuai dengan indikasi, diberikan dalam dosis yang tidak tepat, cara dan lama pemberian yang keliru hingga kurang tepatnya pemberian informasi sehubungan dengan pengobatan yang diberikan.

Upaya Pendidikan (educational strategies)

Upaya pendidikan dapat mencakup pendidikan selama masa kuliah (pre service) maupun sesudah menjalankan praktek keprofesian (post service). Upaya tersebut mutlak harus diikuti dengan pendidikan kepada pasien/masyarakat secara simultan. Upaya peningkatan mutu calon dokter selama dalam masa pendidikan dapat dilakukan dengan pendekatan berdasar masalah (problem-based approach), memperbaiki isi (content) maupun metode pengajaran (teaching method) agar lebih diarahkan pada pengobatan yang rasional. Pengalaman selama ini menunjukkan bahwa pendidikan farmakologi lebih banyak berorientasi pada aspek obat, bukannya penerapan pengobatan pada kondisi-kondisi tertentu (terapi), sehingga tidak jarang muncul kesenjangan antara pengetahuan tentang obat dengan  pelaksanaan pengobatan dalam klinik.

Upaya manajerial (managerial strategies)

Upaya lain yang dapat dilakukan untuk memperbaiki praktek penggunaan obat yang tidak rasional adalah dari segi manajerial, yang umumnya meliputi:
  1. Pengendalian kecukupan obat
  2. Perbaikan sistem suplai
  3. Pembatasan sistem peresepan dan dispensing obat.
  4. Pembentukan dan pemberdayaan Komite Farmasi dan Terapi (KFT) di Rumah-rumah Sakit.
  5. Informasi Harga
  6. Pengaturan pembiayaan. 

Upaya Intervensi regulasi (regulatory strategies)

Intervensi regulasi umumnya paling mudah ditaati, mengingat sifatnya yang mengikat secara formal serta memiliki kekuatan hukum. Dengan cara ini setiap penyimpangan terhadap pelaksanaannya akan mempunyai akibat hukum. Namun demikian, pendekatan ini sering dirasa kaku dan dianggap membatasi kebebasan profesi. Padahal jika kita simak, misalnya konsep obat esensial, maka kesan membatasi kebebasan tersebut tidaklah benar. Di negara maju pun sistem pengendalian kebutuhan obat melalui regulasi juga dilakukan. 
Hal ini antara lain didasarkan pada kenyataan bahwa biaya obat secara nasional merupakan komponen terbesar dari anggaran pelayanan kesehatan. Strategi regulasi dilakukan dalam bentuk kewajiban registrasi obat bagi obat jadi yang beredar, peraturan keharusan peresepan generik, pelabelan generik, dan lain-lain.

Terimakasih telah berkunjung di blog kami semoga artikel ini dapat bermanfaat untuk kita semua. salam mari belajar farmasi.

Sumber : MODUL PENGGUNAAN OBAT RASIONALKEMENTERIAN KESEHATAN RI 2011

Posting Komentar

1Komentar

Posting Komentar