Rasionalitas Penggunaan Obat
Selamat datang pengunjung setia belajar farmasi. kali ini kita akan membahas rasionalitas penggunaan obat. Perkembangan ilmu kedokteran yang sangat cepat mengisyaratkan perlunya setiap praktisi medik untuk mengantisipasi dengan senantiasa melakukan update terhadap informasi-informasi baru, meskipun informasi yang tersedia dapat bermanfaat sebagian populasi. Evidence-based Medicine yang merupakan paradigma baru ilmu kedokteran mengisyaratkan bahwa praktek kedokteran haruslah didasarkan pada bukti bukti ilmiah yang terkini dan terpercaya.
image via : star2.com |
Pengobatan sendiri sering dilakukan oleh masyarakat. Dalam
pengobatan sendiri sebaiknya mengikuti persyaratan penggunaan
obat rasional. Materi ini akan membahas pengertian dan batasan
pengobatan rasional. Penggunaan obat dikatakan rasional bila (WHO
1985) bila pasien menerima obat yang sesuai dengan kebutuhannya,
untuk periode waktu yang adekuat dan dengan harga yang paling
murah untuk pasien dan masyarakat.
WHO memperkirakan bahwa lebih dari separuh dari seluruh obat di
dunia diresepkan, diberikan dan dijual dengan cara yang tidak tepat
dan separuh dari pasien menggunakan obat secara tidak tepat.
Secara praktis, penggunaan obat dikatakan rasional jika memenuhi kriteria:
Image via : studiorum.org.mk |
Tepat Diagnosis
Penggunaan obat disebut rasional jika diberikan untuk diagnosis
yang tepat. Jika diagnosis tidak ditegakkan dengan benar, maka
pemilihan obat akan terpaksa mengacu pada diagnosis yang
keliru tersebut. Akibatnya obat yang diberikan juga tidak akan
sesuai dengan indikasi yang seharusnya.
Tepat Indikasi Penyakit
Setiap obat memiliki spektrum terapi yang spesifi k. Antibiotik,
misalnya diindikasikan untuk infeksi bakteri. Dengan demikian,
pemberian obat ini hanya dianjurkan untuk pasien yang memberi
gejala adanya infeksi bakteri.
c. Tepat Pemilihan Obat
Keputusan untuk melakukan upaya terapi diambil setelah
diagnosis ditegakkan dengan benar. Dengan demikian, obat
yang dipilih harus yang memiliki efek terapi sesuai dengan
spektrum penyakit.
Tepat Dosis Dosis,
cara dan lama pemberian obat sangat berpengaruh
terhadap efek terapi obat. Pemberian dosis yang berlebihan,
khususnya untuk obat yang dengan rentang terapi yang sempit,
Kurikulum Pelatihan Penggunaan Obat Rasional (POR) | 5
akan sangat beresiko timbulnya efek samping. Sebaliknya dosis
yang terlalu kecil tidak akan menjamin tercapainya kadar terapi
yang diharapkan.
Tepat Cara Pemberian
Obat Antasida seharusnya dikunyah dulu baru ditelan. Demikian
pula antibiotik tidak boleh dicampur dengan susu, karena akan
membentuk ikatan, sehingga menjadi tidak dapat diabsorpsi
dan menurunkan efektivtasnya.
Tepat Interval Waktu Pemberian
Cara pemberian obat hendaknya dibuat sesederhana mungkin
dan praktis, agar mudah ditaati oleh pasien. Makin sering
frekuensi pemberian obat per hari (misalnya 4 kali sehari),
semakin rendah tingkat ketaatan minum obat. Obat yang harus
diminum 3 x sehari harus diartikan bahwa obat tersebut harus
diminum dengan interval setiap 8 jam.
Tepat lama pemberian
Lama pemberian obat harus tepat sesuai penyakitnya masingmasing.
Untuk Tuberkulosis dan Kusta, lama pemberian
paling singkat adalah 6 bulan. Lama pemberian kloramfenikol
pada demam tifoid adalah 10-14 hari. Pemberian obat yang
terlalu singkat atau terlalu lama dari yang seharusnya akan
berpengaruh terhadap hasil pengobatan.
Waspada terhadap efek samping
Pemberian obat potensial menimbulkan efek samping, yaitu efek
tidak diinginkan yang timbul pada pemberian obat dengan dosis
terapi, karena itu muka merah setelah pemberian atropin bukan
alergi, tetapi efek samping sehubungan vasodilatasi pembuluh
darah di wajah.
Pemberian tetrasiklin tidak boleh dilakukan pada anak kurang
dari 12 tahun, karena menimbulkan kelainan pada gigi dan
tulang yang sedang tumbuh
Tepat penilaian kondisi pasien
Respon individu terhadap efek obat sangat beragam. Hal ini
lebih jelas terlihat pada beberapa jenis obat seperti teofi lin
dan aminoglikosida. Pada penderita dengan kelainan ginjal,
6 | Kurikulum Pelatihan Penggunaan Obat Rasional (POR)
pemberian aminoglikosida sebaiknya dihindarkan, karena
resiko terjadinya nefrotoksisitas pada kelompok ini meningkat
secara bermakna.
Obat murah kualitas terjamin
Obat yang diberikan harus efektif dan aman dengan mutu
terjamin, serta tersedia setiap saat dengan harga yang
terjangkau
Untuk efektif dan aman serta terjangkau, digunakan obat-obat
dalam daftar obat esensial. Pemilihan obat dalam daftar obat
esensial didahulukan dengan mempertimbangkan efektivitas,
keamanan dan harganya oleh para pakar di bidang pengobatan
dan klinis.
Untuk jaminan mutu, obat perlu diproduksi oleh produsen yang
menerapkan CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik) dan
dibeli melalui jalur resmi. Semua produsen obat di Indonesia
harus dan telah menerapkan CPOB.
Tepat informasi
Informasi yang tepat dan benar dalam penggunaan obat sangat
penting dalam menunjang keberhasilan terapi
Tepat tindak lanjut (follow-up)
Pada saat memutuskan pemberian terapi, harus sudah
dipertimbangkan upaya tindak lanjut yang diperlukan, misalnya
jika pasien tidak sembuh atau mengalami efek samping.
Tepat penyerahan obat (dispensing)
Penggunaan obat rasional melibatkan juga dispenser sebagai
penyerah obat dan pasien sendiri sebagai konsumen.
Pada saat resep dibawa ke apotek atau tempat penyerahan
obat di Puskesmas, apoteker/asisten apoteker menyiapkan obat
yang dituliskan peresep pada lembar resep untuk kemudian
diberikan kepada pasien. Proses penyiapan dan penyerahan
harus dilakukan secara tepat, agar pasien mendapatkan obat
sebagaimana harusnya.
Dalam menyerahkan obat juga petugas harus memberikan
informasi yang tepat kepada pasien.
BERBAGAI DAMPAK KETIDAKRASIONALAN PENGGUNAAN OBAT
Image via : medicinesauthority.gov.mt |
Dampak negatif penggunaan obat yang tidak rasional sangat
beragam dan bervariasi tergantung dari jenis ketidakrasionalan
penggunaannya. Dampak negatif ini dapat saja hanya dialami oleh
pasien yaitu berupa efek samping, dan biaya yang mahal, maupun
oleh populasi yang lebih luas berupa resistensi kuman terhadap
antibiotik tertentu dan mutu pelayanan pengobatan secara umum.
Dampak pada mutu pengobatan dan pelayanan.
Salah satu dampak penggunaan obat yang tidak rasional
adalah peningkatan angka morbiditas dan mortalitas penyakit.
Sebagai contoh, penderita diare akut non spesifi k umumnya
mendapatkan antibiotika dan injeksi, sementara pemberian oralit
(yang lebih dianjurkan) umumnya kurang banyak dilakukan.
Padahal diketahui bahwa resiko terjadinya dehidrasi pada anak
yang diare dapat membahayakan keselamatan jiwa anak yang
bersangkutan.
Dampak terhadap biaya pengobatan.
Penggunaan obat tanpa indikasi yang jelas, atau pemberian obat
untuk keadaan yang sama sekali tidak memerlukan terapi obat,
jelas merupakan pemborosan dan sangat membebani pasien.
Di sini termasuk pula peresepan obat yang mahal, padahal
alternatif obat yang lain dengan manfaat dan keamanan sama
dengan harga lebih terjangkau telah tersedia.
Dampak terhadap kemungkinan efek samping dan efek lain yang tidak diharapkan.
Dampak lain dari ketidakrasionalan penggunaan obat adalah
meningkatkan resiko terjadinya efek samping serta efek lain
yang tidak diharapkan, baik untuk pasien maupun masyarakat
Dampak terhadap mutu ketersediaan obat.
Sebagian besar dokter masih cenderung meresepkan antibiotika
untuk keluhan batuk dan pilek. Akibatnya kebutuhan antibiotika
menjadi sangat tinggi, padahal diketahui bahwa sebagian besar
batuk pilek disebabkan oleh virus dan antibiotika tidak diperlukan.
Dari praktek pengobatan tersebut tidaklah mengherankan
apabila yang umumnya dikeluhkan oleh Puskesmas adalah
tidak cukupnya ketersediaan antibiotik. Akibatnya jika suatu saat
ditemukan pasien yang benar-benar menderita infeksi bakteri,
antibiotik yang dibutuhkan sudah tidak tersedia lagi. Yang terjadi
selanjutnya adalah pasien terpaksa diberikan antibiotik lain yang
bukan pilihan utama obat pilihan (drug of choice) dari infeksi
tersebut
UPAYA DAN INTERVENSI UNTUK MENGATASI MASALAH PENGGUNAAN OBAT YANG TIDAK RASIONAL
Image via :theconversation.com |
Penggunaan obat dikatakan tidak rasional jika tidak tepat secara
medik. Artinya, tidak sesuai dengan indikasi, diberikan dalam dosis
yang tidak tepat, cara dan lama pemberian yang keliru hingga kurang
tepatnya pemberian informasi sehubungan dengan pengobatan yang
diberikan.
Upaya Pendidikan (educational strategies)
Upaya pendidikan dapat mencakup pendidikan selama masa
kuliah (pre service) maupun sesudah menjalankan praktek
keprofesian (post service). Upaya tersebut mutlak harus diikuti
dengan pendidikan kepada pasien/masyarakat secara simultan.
Upaya peningkatan mutu calon dokter selama dalam masa
pendidikan dapat dilakukan dengan pendekatan berdasar
masalah (problem-based approach), memperbaiki isi (content)
maupun metode pengajaran (teaching method) agar lebih
diarahkan pada pengobatan yang rasional. Pengalaman selama
ini menunjukkan bahwa pendidikan farmakologi lebih banyak
berorientasi pada aspek obat, bukannya penerapan pengobatan
pada kondisi-kondisi tertentu (terapi), sehingga tidak jarang
muncul kesenjangan antara pengetahuan tentang obat dengan pelaksanaan pengobatan dalam klinik.
Upaya manajerial (managerial strategies)
Upaya lain yang dapat dilakukan untuk memperbaiki praktek
penggunaan obat yang tidak rasional adalah dari segi manajerial,
yang umumnya meliputi:
- Pengendalian kecukupan obat
- Perbaikan sistem suplai
- Pembatasan sistem peresepan dan dispensing obat.
- Pembentukan dan pemberdayaan Komite Farmasi dan Terapi (KFT) di Rumah-rumah Sakit.
- Informasi Harga
- Pengaturan pembiayaan.
Upaya Intervensi regulasi (regulatory strategies)
Intervensi regulasi umumnya paling mudah ditaati, mengingat
sifatnya yang mengikat secara formal serta memiliki kekuatan
hukum. Dengan cara ini setiap penyimpangan terhadap
pelaksanaannya akan mempunyai akibat hukum. Namun
demikian, pendekatan ini sering dirasa kaku dan dianggap
membatasi kebebasan profesi. Padahal jika kita simak,
misalnya konsep obat esensial, maka kesan membatasi
kebebasan tersebut tidaklah benar. Di negara maju pun sistem
pengendalian kebutuhan obat melalui regulasi juga dilakukan.
Hal ini antara lain didasarkan pada kenyataan bahwa biaya obat
secara nasional merupakan komponen terbesar dari anggaran
pelayanan kesehatan.
Strategi regulasi dilakukan dalam bentuk kewajiban registrasi
obat bagi obat jadi yang beredar, peraturan keharusan peresepan
generik, pelabelan generik, dan lain-lain.
Terimakasih telah berkunjung di blog kami semoga artikel ini dapat bermanfaat untuk kita semua. salam mari belajar farmasi.
Sumber : MODUL
PENGGUNAAN OBAT RASIONALKEMENTERIAN KESEHATAN RI
2011
nice info berfanfaat banget gan
BalasHapus